DAISY BAGIAN I
Hembusan angin tak mampu menembus
dinding yang kokoh, begitupun sinar matahari yang gagal masuk kecelah ruangan
yang masih tertutup rapat oleh kain besar berwarna putih itu, dari dalam tampak
sangat gelap, pengap dan panas, sedangkan dari luar sudah tampak sangat cerah
dan segar.
Sesekali terdengat suara tabrakan angin
dan dedauanan yang menimbulkan suara yang nyaring dan menyenangkan, benar benar
suasana musim panas yang di nanti-nanti. Pepohonan menati riang berpadu dengan
tiupan angin yang menambah keindahannya jika di pandang, sangat damai di tambah
suara burung kecil yang riang beterbangan kesana kemari mencari makan,bermain
atau hanya sekedar berteduh dari satu pohon ke pohon yang lain, tidak ada suara
kendaraan yang terdengar saat ini bukan seperti biasanya.
Bagaimana tidak hari ini adalah akhir pekan
dimana semua orang beristirahat dari pekerjaan panjang mereka dari hari-hari sebelumnya.
Perumahan ini sangat dekat dengan pusat
kota, dihari sibuk biasanya hanya terdengar bising, berdebu dan tentunya sangat
melelahkan. Di penuhi dengan orang-orang sibuk yang jarang menyempatkan waaktu
hanya sekedar untuk bersenang-senang, jika bukan dilakukan pada akhir pekan
seperti ini.
Tetesan air membasahi rambut yang ku
gerai panjang. Wajah ku dipenuhi keringat, gerah, panas dan dekil. Itulah hal
pertama yang kurasakan ketika ku mendengar dering ponselku yang sedari tadi
kurasa telah berbunyi dan memecahkan sunyi di ruangan yang tak seberapa besar
ini, mengganggu tidur akhir pekan yang kunanti nantikan.
Kuraih benda berbentu persegi panjang
yang ada di atas meja disebelah tempat tidurku, masih dengan mata terpejam, aku
berusaha mencari sumber bunyi bising tersebut dan menghentikannya. Sejenak
suaranya berhenti namun kemudian berbunyi lagi dan semakin keras hingga
menyadarkanku dengan rasa kesal ng teramat sangat.
“ Diamlah..” seruku dengan sangat geram
sambil menguatkan gigitan pada grahamku “aku sangat tidak suka bila ada yang
mengganggu tidur ku” teriak ku lagi.
Kemudian dengan kesal ku angkat ponsel
ku dan dari seberang sana terdengar sesosok siara yang sangat ku kenal. Iya,
suara yang berat untuk seorang wanita, dan benar saja itu adalah suara seorang
pria, bagaimana ku bisa menyadari bahwa saat ini seorang peria sedang merusaha
berbicara dengan ku, penting kah hal ini sampai saja ia telah mengganggu tidur
ku.
“hm...” gumamku berat
“kemana
aja sih, kenapa baru diangkat sekarang, gak tau apa aku udah telfon dari tadi
pagi, ni... sampe siang belom ada kabar.. Ini kita lagi ada situasi darurat, lo
malah susah dihubungi. Lo pasti baru bangun kan, yaa,, pantesan aja. Lo beneran
cewe apa bukan sih. Yaudah pokoknya sekarang gue tunggu lo 15 menit harus udah
ada disekolah, jangan lupa bawa proposal yang kita buat kemarin, gak banyak
tanya, 15 menit lagi gak datang kelar idup lo, gue jemput kerumah.
Bye...wasallam...”. Suara itu tak henti mengoceh, dan membuat ku semakin
geram.
“ Woy,woy tunggu dulu, jangan di tutup
dulu. Apaan sih pagi-pagi merepat aja” sebelum sempat aku melanjutkan ternyata
telfonnya telah putus, dan aku masih terduduk, terpaku, membisu diatas kasur
yang tampak sanhat berantakan, yang benar saja. Aku melihat jam dinding yang
kusangkut tepat di dinding putih didepan mataku.
“ hm.. Jam 2?...” kembali kukucek
mataku yang tak gatal itu, membenarkan rambutku dan kuambil kacamata berbingkai
hitam bulat milik ku yang ada di atas meja, aku memakainya. Sambil ku benarkan
letak kacamata itu, aku berpikir “siang?”.
Tentu saja, aku terkejut dan melihat
lihat keadaan di sekitar kamar ku, gorden putih,panjang dan tebal itu telah
menutupi sinar matahari yang mencoba masuk ke kamar tidur ku, sangat sunyi dan
aku sendiri.
Kebingungan itulah yang kurasaan saat
itu. Kembali ku alihkan mataku melihat layar ponselku dan 34 panggilan tak
terjawab, dari chiko. Ternyata tadi yang menelfonku juga Chiko, aku pun
tersadar akanu, seketika rasa panik itu pun muncul. “oh sial,, aku kesiangan,,,
habislah aku kali ini.” Gumam ku dalam hati.
v
“kak udah bangun? Ni ada kawannya
nunggu di depan!” suara ibu terdengar dari balik pintu kayu berwarna coklat tua
kamar ku, saat ku sedang membenarkan letak rambutku telah ku sisir, rambut hitam pekat lurus
tergerai sebahu kini kuikat dengan karet rambut berwarna hitam, udara diliar
akan sangat panas jika kuboarkan dia tergerai, jadi aku memilih untuk
mengikatnya agar terkesan lebih santai dan segar.
“siapa ma?” sahutku segera.
“liana.. Cepet keluar, mereka udah
nunggu” mama menjawab sambil membuka pintu kamar ku, sontak ku arahkan wajah ku
kearah pintu dan memandangi wajah wanita tercantik di dunia menurutku.
“liana?, mereka?, dia datang dengan
siapa?” Tanya ku pada wanita itu.
“Cepet...” wanita itu kembali
melototkan matanya padaku, mengisaratkan agar aku cepet keluar sambil kembali menutup
pintu kemudian berlalu. Segera ku bereskan baju ku dan mengambil barang-barang
yang perlu ku bawa seperti tas ransel kecil putih, ponsel dengan casing bunga
sakura merah muda, dompetabu-abu dengan aksen klasik juga berwarna merah muda,
buku catatan kecil ku yang tak pernah lupa ku bawa kamana pun itu, dan terakhir
yang selalu wajib ada di tas ku adalah beberapa permen lolipop rasa jeruk asam.
Oh iyaa “proposalnya”.
Benar saja, di luar telahramai, entah
apa yang mereka lakukan dirumaku, aku pun merasa malu dan mereka semua menatap
ku seperti 7 manusia harimau kelaparan yang sedang mengintai mmangsanya dan
dengan segera menerkamnya.
“ aaah kalian ngapain disini, kok
rame-rame” ucapku memecah keheningan.
“ Jingga, jam berapa sekarang, dari
semalam aku telfon gak diangkat. Tau si bos udah ngamuk dari tadi.” potong
Liana yang terus melotot ke arah ku.
“ kenapa dia, memang ini ada apaan?”
tanya ku bingung, karena seingat ku kami tidak pernah berjanji akan melakukan
sesuatu hari ini, yang ku tau sekarang aku sudah ada janji dengan Chiko ketua
Pramuka di sekolah ku.
“ kami baru siap rapat osis, dan lo gak
bisa dihubungi sedikit pun jadi kami mampir kesini buat liat keadaan lo, kami
pikir loe kenapa-napa. Soalnya Wa lo aktif tapi gak loe read, dan loe juga gak
respon pas ada pengumuman rapat di grup osis” lelaki itu menjelaskan dengan
perlahan dan aku mulai mengerti. Aga itulah namanya lelaki tinggi berkulit
putih itu kini menatapku penuh makna.
“Aku gak kenapa-napa kok, jadi sekarang
gimana? Aku mau kesekolah uadah ada janji ama Chiko mau ngurus keperluan
Pramuka untuk kemah akhir bulan nanti” kuperhatikan 5 orang didepan ku itu 2
wanita dan 3 laki-laki.
“Ya udah gak kenapa-napa sih,tapi tau
sendiri kan nanti kak Rizky kok ada anggota yang gak datang rapat, lo juga sih,
memang kak angel gak ngomong apa-apa, lo kan wakilnya” kali ini rara buka suara.
“jadi gini ga, sebenarnya gak ada yang
penting sih,osis mau buat perpisahan untuk periode tahun ini, kan kepengurusan
nya mau berakhir, terus tadi hanya pemberi tahuan awal, persiapan panitia dan segala
kebutuhan lainnya”Aga menyambung Penjelasannya.
“ya jadi aku buru-buru ni gimana?, gak
lama kok cuma mau ngasih ini, kalian mau kemana?” seru ku,berjongkok di depan
pintu rumah sambil mengenakan sepatu.
“ya yang lain balik aja, jingga loe
boleh bareng gue, gue juga mau ketemu sama Chiko ada yang perlu kami omongin”Dimas
menyela dan menawarkan ku tumpang untuk kesekolah. Aku tidak terlalu dekat
dengan Dimas meskipun kami telah sekelas selama setahun ini, dibandingkan
dengan Aga, Andri yang sedari tadi hanya berdiam di balik sosok Aga yang tinggi
itu, aku dan Dimas? Bahkan kami sangat jarang berkomunikasi meski hanya untuk
sekedar basa-basi. Dan menerima tawarannya aku sedikit tidak enak, dan takut
merepotkan lelaki bertubuh jangkung tersebut.
Dan sekarang dia menawariku untuk
kesekolah bersamanya, oh u tidak tau harus berkata apa, kami memiliki sefat
yang sama kali ini yaitu pendiam. Berkat mendengar saran dari Liana dan Rara
akhirnya kami setuju untuk berangkat bersama meski jarak rumahku dan sekolah
tidaklah terlalu jauh, aku biasanya bisa menggunakan sepeda atau hanya sekedar
dengan berjalan kaki. Kedua gadis itu pun memilih untuk menunggu ku dirumah, tu
tidak masalah karena mereka biasanya memang sangat sering berkunjung kerumah ku.
Karena rumah ku yang dekat dengan sekolah, terkadang salah satu diantara mereka
bergantian menjemput dan mengantar ku, dan belajar berkebun juga memasak
bersama mama.
Aku adalah anak gadis Satu-satunya
dikeluarga ini, jadi tidaklah heran jika mereka berdua juga dekat dengan mama,
begitupun aku dengan keluarga mereka. Sedangkan Aga dan Andri mereka uga teman
terdekatku disekolah,begitu pun Dimas, mereka sering kerumahnya hanya sekedar
untuk berkunjung untuk memetik hasil kebun seperti mangga , jambu yang ada
dirumah ku. Dan mereka memilih untuk pulang lebih dulu.
Sedangkan aku pergi bersama Dimas
kesekolah untuk bertemu dengan chiko. Meskipun ini hari Minggu tapi sekolah
kami tidak pernah tutup apalagi untuk siswa siswi seperti kami, sekolah sudah
seperti tempat tongkrongan , karena walaupun masih kelas X kami cukup aktif
dalam berorganisasi.
v
Gerbang sekolah terbuka sangat lebar
ketika kami sampai, Dimas menurunkan ku di depan kantor guru, sedangkan dia
menuju tempat parkir guru yang tak jauh dari sana. Sekolah tidak benar-benar
sepi seperti biasanya banyakBelakangan ini mereka memang sangat gencar
berlatih, persiapan dilakukan sebaik mungkin oleh para peserta demi mendapatkan
hasil yang memuaskan tentunya.
Aku terus melangkah melewati jalan dari
samping kantor guru agar lebih cepat menuju lapangan dan sudah kuduga tepat di
lapangan depan ruang kesiswaan Choki dengan wajah panik dan gelisah jelas
terlihat sedang menunggu kehadiran seseorang, dan sangat jelas dia sedang
menungguku. Aku sangat tau bahwa lelaki itu sangat kesal kepadaku, dan hanya
sepuuk senyum tipis yang dapat ku lontarkan kepadanya dari kejauhan, ya tentu
saja enyum tanda penyesalan dan di tambah sedikit kepolosan agar chiko rak tega
memarahiku, di balik itu Dimas baru saja datang dan mengikuti langkah ku perlahan-lahan.
Lelaki itu sangat santai, jelas karena dia tidak melakukan kesalahan, dan diriku?,
hehe “senyumin aja” pintaku dalam hati.
Choki tak berkutik, lelaki yang agak
berisi tersebut sontak mengacungkan tangannya seraya meminta ku menyerahkan
proposal yang telah kuselesaikan. Tanpa bersuara lagi dia mengisyaratkan agar
aku dan Dimas mengikutinya menuju ruang kesiswaan untuk bertemu dengan pembina
pramuka kami.
v
Di sekolah aku memang sangat aktif di
berbagai bidang, meski baru menyandang gelar anggota, tapi aku cukup
diandalkan. Mulai dari Osis, Pramuka dan Seni aku bergabung di semua bidang
tersebut.
Sedari kecil aku talah aktif diberbagai
kegiatan berbau seni, baik itu seni tari, lukis, musik dan sastra. Semuanya
diturunkan dari darah ayah ku. Ayahku dulunya adalah seorang seniman lebih
tepatnya sebagai pelukis, namun karena beberapa hal mara beliaun memilih
mengganti pekerjaannya seabgai seorang wartawan di perusahaan swasta berstandar
nasional. Karena ituah ayah sering menghabisakn waktu diluar, baik diluar
runah, dikuar kota, bahkan diluar negeri. Aku sangat memahaminya dan karena aku
jiga memahami sedikit resiko kemampuan ku ini karena itu aku sangat memahami
kesibuka ayah ku saat ini.
Sedangkan mama, mama adalah wanita yang
sangat hebat. Mama adalah primadona di sekolahnya dulu dan juga dikampusnya.
Mama adalah seorang penari dan pemusik. Beliau sangat cantik dan berbakat
karena itulah ayah selama 4 tahun kukiah di universitas yang sama secara diam
diam mengincar mama, hingga ayah rela bersaing dwngan banyak pria demi
mendapatkan mama, ya kurang lebih seperti itulah yang mama ceritakan kepadaku.
Dan sunggu aku sangat mengagumi mama. Ku rasa aku memang menwarisi semua yang
orang tua ku miliki.
Tapi ada hal yang sangat tidak
kupahami. Ayah sangat pandai berbicara dan mengolah kata, begitupun dengan
mama. Mama sangat pemberani apalagi berhadapan dengan orang ramai. Namun
sungguh berbeda dengan karakterku. Aku adalah gadis pendiam dan sangat kaku,
aku tidak pandai mengekspresikan sesuatu, aku lebih suka berdiam diri dan hanya
mendengat apa yang orang katakan, dan yang ku lakukan adalah mencernnya di
kepalaku dan mampu ku pahami sendiri.
Aku hanya berbicara pada orang yang ku
kenal itupun hanya sekedarnya, selain itu aku hanya mampu berpendendapat pada
hal-hal yang aktual atau logis, dan yaa, aku sangat tidak suka berbasa – basi. Aku
akan melakukannya jika diinginkan dan segera berlalu jika telah selesai, hanya
sesederhana itu.
Aku tak tau apa mimpi ku, aku hanya
melakukan apa yang ku mau dan apa yang terlintas dibenak ku. Banyak yang
berusaha mendekatiku damun jika mereka tak mampu maka mereka akan berlalu.
Aku sangat jarang menghabiskan waktu
dirumah, seriap harinya selalu kuhabiskan diluar, setiao pulang sekolah aku
mengikuti les seni, hanya sekedarmenambah kemampuanku, menghilangkan bosan, menjalankan
hoby atau hanya sebagai obat penghilang rasa sakit ku.
Semua ku lakukan mulai dari kelas tari,
musik, rupa dan sastra. Sunggu aku tak tau apa yang ku mau dari melakukan semua
hal itu, memang tak akan sia-sia, hanya saja jujur aku tak tau apa yang kumau.
Ada yang mengganjal di dalam diri ku, ada yang tak mampu ku ungkapkan dengan seluruh
kata kata indah yang kupunya, tak mampu dengan menggambar seriap objek masalah
yang melanda.
Aku tak pernah fokus pada satu hal,
sifat mudah bosan yang ku punya membuat ku mengalah pada imajinasiku sendiri, aku
hanya menyimpannya seorang diri, tak ada yang kupercaya untuk berbagi atau
sekedar tau apa yang ada di benak ku di dalam hati ku dan apa yang selalu
mengganggu ku.
Aku tak memiliki cukup keberanian untuk
berbagi segalanya bahkan dengan orang-orang terdekat ku. Yang mereka tau hanya
kebahagiaan yang terpancar di setiap senyumku, bahkan tak ada yang pernah
melihat kesedihanku. ku tanamkan dalam diriku sejak dulu adalah apa yang
kulakukan hanya untuk kebahagiaan orang orang
yang ada disisi ku. Tanpa mereka tau apa yang sebenarnya kurasakan.
Dengan menari aku mengekspresikan apa
yang kurasakan melaui geraka gerakan tubuhku, kesedihan kegembiraan segala nya
ku wujudkan salah satunya dengan cara tersebut. Jika bermusik aku tak terlalu
pandai memainkan alat musik, bermain alat musik ku lakukan jika sedang bosan,
ya seprti itu jika sedang bosan apapun akan ku lakukan, selebihnya aku lebih
mampu dalam bernyanyi damun karena aku adalah seorang oemalu maka aku hanya
bernyayi untuk ditu ku sendiri, aku tak memiliki kebenarian yang cukup untuk
memperdengatkannya pada otang lain dan bahka jika pun aku mau maka semuanya
akan terdengar kacau.
Seperti pada saat aku SMP, mama
menawariku untuk ikut kompetisi menyanyi, sunggu awalnya kami ragu namun
melihat kemampuan ku mama cukup yakin akan hal tersebut, bahkan saat latihan
kami melakukannya dengan sangat baik, namun saat kompetisi berlangsung, sunggu
apa yang terjadi sangat memalukan, aku melakukan kekacauan, sebelum tampil aku
sudah merasa sangat gugup, keringat mengucur deras membasahi gaun biru indah
yang mama jahit khusus untuk ku mengikuti kompetisi menyanyi ini. Tubuh ku
mulai bergetar hanya dengan melihat lawan -lawanku yang bernyanyi buruk dia
atas pentas, itu saja membuat percaya diriku berada di titik terendah apalagi
ketika aku melihat sinta teman SD ku yang sangat cantik dan bernyanyi dengan
sangat indah, seketika membuat ku lemas.
Melihat keadaanku mama telah maklum
dengan semua itu, ia hanya membantuku merapikan dandanan ku, menghapus keringat
yang mengalir seperti sungai itu, dan
meyakinkan ku dengan janji janji yang dibuatnya sewaktu itu, dan segalanya
cukup meredamkan rasa gugup yang menghampiriku.
Dan tibalah saat ku menunjukakn bakat
ku, dengan pasti aku nelanglah berlahan menaiki anak tangga yang tak seberapa
itu. Mulai ku mantapkan diri san saat sorot lampu panggung mengarah pasaku
seketika ku lepaskan suara ku dengan lantang dan.... Aku memulai sebelum
musiknya siap dimainkan, aku terkejut dan seketika terdiam. Sekerika aku tak
mampu berkata apapun yang terdengar hanya suara tawa yang ricuh. Rasa takut itu
kembali menghantuiku. Saat musik mulai dimaikan aku kembali mengatur napas dan
menyanyikan setiap bait lagu dengan perlahan damun tak seperri yang dapat
kuduga, suara ku hilang seketika, suara yang tadinya indah berganti dengan
nada-nada yang falsh. Amat sangat memalukan, dan itu adalah saat-saat
terakhirku bernyanyi di depan orang lain. Sampai saat ini aku hanya bernyanyi
untuk diriku sendiri, bahkan jika dipaksa pun aku enggan untuk bernyanyi lagi.
Dibandingkan semua les seni yang ku
ikuti, aku sangat tertarik pada seni lukis. Dengan ini aku lebih banyak
mendapatkan ilmu tambahan, aku hanya menerima bakat ini dari ayah ku namun aku
sebelumnya tak mengetahi twknik apapun dalam melukis, aku hanya selalu
mengekspresikan apa yang kurasakan dalam lukisan lukisanku. Meski banyak yang
mengatakan bahwa karyaku cukuo bagus namun aku terus merasa kurang jika hanya
di melukis tanpa teknik apupun, bagus tapi tidak bernilai dan tidak ada yang
spesial di bandingkan dengan lukisan lukisan yanh dibuat ayah dan telah banyak
mendapatkan penghargaan bahakan banyak lukisan ayah yang telah di sinpan di
galeri lukis nasional.
Aku merasa dihargai dan sering di puji
karena kedua orang tua ku, aku beruntung mendapatkan orang tua yang sangat baik
dan juga berbakat, tapi aku tak ingin selalu dibanggakan karena mereka, aku
merasa kecil karena nama mereka yang besar. Yang selalu orang banggakan adalah
orang tuaku bukan diriku, aku hanyalah seorang gadis kecil yang masih berpangku
pada mereka. Karena itulah aku selalu merasa kecil dan rendah diri jika harus
berhadapat dengan orang lain ,aku bukanlah apa bahkan siapa tanpa campur tangan
orang mereka, aku ingin bermimpi sendiri, yang aku inginkan orang lain memujiku
karena karyaku bukan karena nama belakangku. Karena itu aku terus belajar untuk
melampaui mereka, aku ingin berdiri sendiri diatas kaki kecil ini. Karena
itulah aku selalu melakukan apapun sesukaku. Dan inilah masalahku.
v
“ Proposalnya udah aku selesaikan,
mengenai perinciannya kita tunggu keputusan dari pihak pendanaan, selebihnya
kita belum bisa ikut campur masalah keperluan dana, karena itu di serahkan
langsung dari pihak sekolah”. Aku mencoba menjelaskan mengenai kepastia
keperluan kegiatan yang telah tercantum pada prosposal yang ku kerjakan, perlahan
aku mulai memberikan pemahamannya pada choki sebagai ketua panitia.
“Untuk 2 tahun terakhir kegiatan wajib
ini di limpahkan kepada anak kelas X, jadi gue harap ini udah sesuai dengan yang
diharapkan, karena ini salah satu langkah awal kita untuk dapetin kepercayaan
dari kakak kelas, dan juga guru, dan udah gue periksa proposal nya, besok gue
akan serahin ke pak mamat” pinta Chiko.
“tapi ko, kita belum punya ide buat
publikasi kegiatan ini, saran gue sih setelah dapat persetujuan dari pihak
sekolah seharusnya kita harus langsung publikasi karena itu penting banget
kan?”. Potong dimas membuat Chiko sedikit mengerutkan dahi.
“ Kenapa gak kita buat iklan biasa aja,
kamu kan bisa desain dimas, untuk ucapannya biar aku yang buat! ,gimana?” jawab
ku lagi.
“Bukan itu maksud gue ga, kita harus
buat sesuatu yang beda, iklan gitu doang udah biasa kali, orang juga bosan sama
iti-ituan doang.” Dimas kembali memberikan sarannya, kali ini aku benar-benar
akan berdebat dengan lelaki ini.
“ ya kita harus gimana lagi, dengan
sarana yang kita punya minim banget, koneksi kita masih dikit hampir gak ada
malah.” Aku kembali berkomentar
“ya tapi kan....”
“tapi apa, kita mau pasang iklan di
radio? Tv swasta? Koran? Pengumuman kesetiap sekolah?. Gak usah cari ribet deh,
selesain dulu apa yng udah kita mulai, baru mikirin yang lain.” Kementar ku kembali.
“ gue sependapat sama dimas, tapi berarti
kita harus ngekuarin dana lebih dong. Dan gue juga sependaoat sama loe ga, waktu
kita gak banyak buat ngelakuin publikasi itu lagi. “ Choki mulai mencari cara,
lelaki itu memejam matanya nya dam mulai berpikir keras.
“ jadi....?” tanya ku.
“kita tetap bakalan buat publikasi itu,
dan gue akan cari caranya. Jingga loe pantau terus perkembangan masalah
perizinan, besok kita bakalan buat rapat dengan panitia inti loe yang ngatur jadwalnya,”
aku mengangguk, menyetujui perintah Chiko. “ dan Dimas loe temui kak Rizky di
ruang Osis, minta bantu ke kak risky untuk nyari kontak pihak yang biasa ngurus
masalah oembuatan video,iklan atau sejenisnya lah. Jika udah pasti loe hubungi
gue lagi, gue stay disini sampai sore “
“ Jingga, loe balik ?” Pertanyaan diman
membuat ku kaget.
“hm” aku hanya bergumam kecil.
“Sendiri?” tanyanya lagi.
Aku berjalan menuju lapangan dan
meninggalkan Chiko dan beberaoa anggota lain di ruangan tersebut sedangkan
Dimas masih mengikuti langkahku. “ Terus...?” tanya ku lagi.
“ yok gue antar balik” pintanya yang
selalu membuat ku kaget.
Apa-apaan anak ini sebelumnya dia gak
pernah bersikap baik ke aku, bahkan untuk bicara saja kami jarang, dan sekarang
dia ingin mengantarku pulang? “ kamu kan mau jumpa kak Rizky!”
“iya sih, tapi aku harus ngantar kamu”
Katanya lagi, dan lagi lagi membuat jantungku berdebar.
“Hah? Aku, kamu?” sedikit ku berikan
senyuman di ujung bibirku. “sejak kapan aku bicara formal ke aku” kli ini aku
mengularkan suara tawa yang membuat nya sesikit ling lung tentunnya.
“ Biar loe mau gue antar pulang”
wajahnya kembali datar.
“ haha, jawaban macam apa itu!” Dimas
masih tanpa ekspresi, ternyata dia lucu juga. “maksa?” tanya ku lagi.
Dimas hanya menaikkan bahunya bertanda
iya kembali bertanya kepadaku.
“ gak usah, aku bisa sendiri” aku
kembali tersenyum kepadanya dan langsung berlalu tanoa mengatakan apaoun lagi,
Dimas pun hanya terdiam tanpa bereaksi, aku baru teringat sesuatu. Sangking tak
suka berbasa-basi aku sampai lupa mengucapkan terimakasih telah mengantar ku
tadi dan terimakasih telah menawariku pulang bersamanya. Apa yang aku pikirkan kenapa bahkan aku lupa mengucapkan terimakasih.
Oh Jingga kau sangat tidak sopan. Aku hanya dapat berseru pada diriku
sendiri, aku terlalu takut berbalik dan mengucapkan terimakasih yang terlambat,
sungguh kaku nya diriku sampai berpikir “dari pada berbalik dan berterimakasih,
lebih baik ridak sama sekali.” Dimas
terimakasih....
v
Dimas masih terdiam memandangi sosok
gadis yang kini perlahan berlalu menjauhinya dan semakin berlalu. “Balik” lelaki itu lantas menyipitkan
matanya dan berusaha memastikan sesuatu. “Berbaliklah”kembali
berbisik pada dirinya sendiri, sambil terus memandangi sosok gadis didepannya
yang berlahan manjauh. Gadis kurus bertubuh tinggi, berpakaian kaos abu- abui lengan
panjang juga celana jeans panjang yang
longgar dan rambut panjang yang diikat santai. Dimas tak henti memandangi
punggung gadis tersebut dan dari ujung
rambut hingga ujung kaki.
Sungguh
amat sangat dingin, rasanya di sekitarnya ada bongkahan es yang tak terlihat, dia
menganggap niat baik gue ini apa? Kami sekelas tapi tak pernah berbicara, apa
dia gak pernah nganggap gue ada, apa gue gak terlihat dimatanya?, gue selalu diabaikan
begitu saja, gadis ini memang aneh diatas biasa, hm untuk berterimakasih saja
dia tak bisa? Lihatlah dia terus saja berjalan, tak bisakah dia berbalik sekali
saja ke belakang, jika memng tak ingin melihatku, lihat saja orang orang lain
yang ada disana, tapi setidaknya jangan terus bersikap kaku. Aku omnivora, tapi
aku tak makan manusia. Ahh gue kok ngomong formal lagi ya ke dia.
Dimas tak henti-hentinya berbicara pada
dirinya sendiri, sungguh dia geram dengan sikap gadis bernama Jingga itu, hingga
sosok Jingga hilang barulah Dimas terdiam dan tak tau apa yang akan
dilakukannya sekarang, seketika dia lupa tugas apa yang diberikan kepadanya.
“Apa
yang gue lakuin, kenapa gue malan nyibir dan diam disini.” Keluhnya sekali
lagi.
Tiba-tiba sebuah layangan tangan
yangbesar dan kasar mendarat di pundak lelaki itu, seketika membuatnya kaget
dan langsung membalikan kepalanya 360derajat, menghadap sosok laki-laki yang
terlihat bingung memastikan apa yang dilakukan Dimas ditengah lapangan seperti
ini. Dimas juga semakin merasa bingung atas aoa yang sia lakukan dan dia sangat
mengenali sosok yang ada di deoan matanya sekarang. Inggan?
Lelaki bertubuh tinggi, berbola mata
besar berambut agak pirang, memakai baju kaos hitam pendek yang membuat
otot-otot di lengannya terlihat jelas dan celana jeans pendek yang menutup i
lutut membuatnya tampak gagah, ya bahkan itulah kesan pertama Dimas saat
melihatnya, tapi lelaki ini lebih kurus dari Dimas. Mereka saling tersenyum
satu sama lain, dan dilanjutkan dengan sebuahsalam pertemuan antara seorang
teman layaknya.
“Dimas, loe liat Aga gak? Tadi abis
rapat dia bareng loe kan?” Inggan mulai memulai pembicaraan.
“ Hm tadi dia bareng gue ke rumah
Jingga”
“lah bukanya barusan loe bareng
Jingga?, ngapain kerumahnya segala”
“ Pulang rapat kami kerumahnya, jadi
Jingga bareng gue balik ke sini, nah kami pisah di sana, terus gue gatau mereka
pada kemana!” jelas Dimas kembali memberi jawaban atas pertanyaan Inggan.
“Dia gak bilang mau kemana?”
“ Enggak, coba aja ke warkop seberang jalan.
Biasa dia nongrong disitu sama yang lain juga” jelas Dimas
“ Gue barusan aja dari sana, makanya
gue nyusulin dia balik kesini, kok gak ada ya, gimana sih ni bocah, susah
banhet di hubungi” Inggan mengerutkan dahi sambil mengecek pesan dari
ponselnya, dia berharap ada sebuah balas dari Aga, namun hasilnya kosong.
“ oya gan, loe liat kak Rizky gak?”
tanya Dimas, Inggan mengangkat wajahnya dan menunjuk dengan dagunya kearah
kanan mereka berdiri, dan itu adalah arah yang menujukan ke aula sekolah.
“aula..?” tanya Dimas lagi. Inggan hanya mengangguk dengan sedikit tersenyum
mengiyakan tebakan Dimas.
“ bareng..., gue mau ke arah aula juga”
terang Inggan kembali membuka suara.
Dimas
dan Inggan pun meninggalkan tempat itu dan segera menuju aula sekolah yang
berada tak jauh dari posisi mereka saat itu. Namun entah mengapa Dimas masih
saja merasa kesal karena respon cuek yang diberikan Jingga kepadanya, lelaki
itu masih bingung dan penasaran dengan sosok gadis yang bisa dikatakan cantik
tersebut, bagaimana cara mendekati gadis itu. Mereka memang baru saja berteman
itupun karena hampir setahun ini mereka adalah teman sekelas, dan bahkan Dimas
duduk di belakang Jingga, namun jika tak di dekati gadis tersebut bahkan enggan
untuk berbalik hanya sekedar berbincang- bincang layaknya teman mereka yang
lainnya.
Bukan
hal penting rasanya jika gadis itu tak ingin berteman dengannya, namun hal yang
mengganggu Dimas adalah apakah lelaki tersebut pernah berbuat kesalahan kepadanya,
bahkan ketika Dimas telah membantunya tak ada satu ucapan terimakasih pun yang
diberikan.
Apa mungkin dia gak
merasa udah gue beri bantuan?. Pikirnya
lagi. Apa dia bersikap dingin gini ke gue
doang atau ke orang asing lain?, asing?, dia nganggap gue orang asing?, gue kan
temannya?, atau dia ngerasa aneh juga karna tadi gue tiba-tiba nawarin
tumpangan kedia?, mungkin dia mikir gue tertarik sama dia?, ngue nguntit dia?,
makanya dia jaga jarak sama gue?, apa gue terlalu baik sama dia?, apa besok
disekolah gue gak usah baik lagi sama dia?, apa gue harus ngusilin dia kaya gue
ngusilin temen yang lain?, apa gue harus ganggu dia biar dia gak mikir kok gue
sukak sama dia?.
Lah kenapa gue malah
mikirin dia, mikir yang enggak-enggak pulak, tiba-tiba gue jadi jahat ya, Jingga
sory gue gak maksud, Cuma gue kesel sama loe... Sumpah... Gue gak bohong, gue
seriusan kesel sama sikap loe.
Dimas
masih saja berbisik pada dirinya sendiri, sambil mengerutkan dahi dan membuka
kecil mulutnya seperti sedang berbicara, Inggan yang melihat tinggah temannya
tersebut hanya heran dan merasa lucu tanpa berkomentar apa pun, Inggan hanya
memperhatikan apa yang sedang dilakukan lelaki disampingnya tersebut, tinggah
yang sangat menarik perhatian orang yang melihatnya, kembali lelaki itu hanya
melemparkan senyuman kecil ke segala arah pandangannya, hingga mereka pun tiba
di aula sekolah. Dimas segera menemui kak Rizky sang ketua osis, sedangkan
Inggan kembali melanjutkan langkahnya ke arah tujuannya tersebut.
v
SMA Nusa Jaya tepatnya. Seminggu telah
berlalu setelah hari itu, disekolah semua orang disibuk kan dengan kegiatan
masing-masing, dalam bulan ini saja hampir ada 3 kegiatan sekolah yang harus
ditanggani, mulai dari perpisahan osis periode ini, Pembekalan kemah yang diadakan
oleh ekstrakurikuler pramuka dan OSN tinggkat Sekolah. Semua hal tersebut
sangat menyita waktu dan tenaga seluruh siswa dan Jingga tentunya, dia telah
mengambil peran penting dalam setiap kegiatan yang ada.
Pada kegiatan perpisahan Osis gadis itu
dipercayakan sebagai sekretaris kegiatan, Edgar sebagai ketua pelaksana
kegiatan dan Liana sebagai bendahara kegiatan. Keterlibatan mereka tentu saja
didasarkan pada beberapa hal. Edgar adalah anak kelas X Ips 2, pada periode Osis
tahun ini lelaki tinggi dan memiliki tubuh yang atletis merupakan wakil bidang
Olahraga dan juga merupakan anggota atlet futsal disekolah, bukan hanya itu dia
juga sangat aktif di berbagai olehraga lainnya seperti basket, tenis meja dan
voly, hampir semua jenis olahraga bisa dia kuasai, namun di olahraga futsal pada
akhir bulan lalu dia dan timnya telah mampu mengharumkan nama sekolah di tingat Provinsi dan meraih juara pertama.
Kemampuannya dalam berolahraga juga di
dukung dengan sifat leadership yang ada padanya, caranya mengatur dan
memotivasi tim nya untuk mampu mengalahkan para lawan dapat di percayakan untuk
meng koordinir kegiatan perpisahan yang kami lakukan tahun ini, dan dengan
sikap kepedulian dan kepintarannya juga tak memungkinkan jika dia akan menjadi
ketua osis periode selanjutnya, dan ditambah dengan wajahnya yang tampan tak
akan diragukan lagi oleh para pendukungnya nanti.
Sedangkan Liana, gadis kecil dan imut
ini dipercayakan menjadi bendahara kegiatan karena di periode Osis tahun ini
dia adalah wakil Bendahara bendahara I, yang memang bertanggung jawab dalam
mengelola dana pada setiap kegiatan yang dilakukan. Liana adalah gadis periang
dan sangat dekat dengan semua orang, gadis ini sangat mudah bergaul dengan
setiao orang dan setiap kalangan, sangan bertolak belakang dengan sifat Jingga,
namu hal tersebut tidak membuat pertemanan mereka terganggu, malah dengan
kelebihan yang dimiliki liana dapan menudahlan mereka dalam segala hal. Misalnya
saja saat pemilihan osis tahun ini yang berdampak bagi keikut sertaan mereka
pada peran penting kepengurusan adalah dikarenakan gadis yang bernama Liana Putri
Sarisa ini. Karena kedekatannya dengan kakak kelas, maka kepercayaan itupun
hadir untuk mereka, Liana mampu mendapatkan nama sebagai Wakil Bendahara I, dan
tentu saja itu sangat sesuai dengan bakatnya, dia adalah gadis yang pintar dan
menyandang pangkat penting tersebut adalah hal biasa yang bisa dilakukannya.
Dan berkat dia pula Jingga dapat diberikan kepercayaan sebagai sekretaris Osis.
Dan mulai saat itu mereka cukup terpandang disekolah bahkan para kakak kelas
segan jika hanya sekedar mengganggu mereka.
Dan untuk kegiatan perpisahan osis kali
ini yang sangat dibutuhkan adalah keahlian Liana dalam mengolah sesuatu menjadi
uang, Liana memiliki banyak koneksi dengan berbagai kalangan, mulai dari orang
tuanya yang kaya raya juga kenalannya yang juga orang berada, dan keahlian nya
mendekati para guru memudahkan mereka dalam menjalankan misi tersebut, Dalam
waktu singkat dana telah terkumpulkan dan setiap oersiapannya telah
terorganisir dengan sangat baik juga segala kebutuhan telah disediakan, hanya
tinggal menunggu tanggal mainnya saja dan semua akan selesai. Semua berkat
kerja sama semua panitia dan hal tersebut telah membantu menghilangkan sedikit
beban yang di tanggubg oleh Jingga.
Masalah
perpisahan osis hampir selesai dan akan segera selesai, bersiaplah Jingga masih
ada tanggung jawab lain yang harus dilunasi.semangat.... Gadis
itu kini berbisik dalam hati sambil membolak balik pulpen yang ada di
tangannya, kini lembar putih yang kosong telah dipenuhi oleh corat coret tak
berarti, hanya tampak garis garis tipis yang memenuhi seisi buku saku miliknya
tersebut.
“habisin aja neng semuanya” suara berat
menghampiri telinga kanan gadis ini, tentu saja sangat menggetkan baginya
karena kehadiran Aga yang sangat tiba-tiba.
“ Gaa laper...” serunya
“sudah ku duga, ni roti buat lo. Itu
mulu yang loe pikirin, isi perut dulu gi sana.” Celoteh Aga pada gadis yang sedang
duduk disampingnya tersebut.
“ Ganggu mulu kamu ga” ucap Jingga
kesal.
“loe resek kok lagi laper” Aga membalas
sambil mengucek ngucek rambut Jingga.
“kamu yang resek, ikhlas gak ni”
perlahan potongan roti isi coklat kesukaan gadis itu mendarat di mulutnya
dengan nikmat.
“ gue bilang ga ikhlas juga udah keburu
abis kan” goda Aga lagi kembali memperbaiki rambut yang dirusaknya tadi. Kemudian
memngambil botol minum gadis itu lalu menawarkannya kepada Jingga. “
pelan-pelan,, keselek” ujarnya lagi.
“hm..” Jingga mengangguk mengiyakan
perintah lelaki itu.
“Wiss pindah loe” sebuah suara ditambah
sentuhan keras terasa seperti tarikan di rambut Aga, kali ini ia melihat
sesosok gadis yang tak asing.
“Mak lampir datang, gue cuma ngasih Jingga
roti, gak usah pake ngusir segala, cewek resek” kesal Aga kepada Ara yang yang
sedari tadi melototinya seperti ingin menerkam mangsa.
“Minggir ini tempat duduk gue, tempat
loe noh disini” ara menunjukan sebuah kursi coklat tepat di belakang kursinya
yang sedang diduduki Aga. Tanpamenolak Aga langsung mengubah posisi duduknya
dan berdiri pergi menuju kursinya sendiri. Kali ini kedua makhluk tersebut
saling bertatapan layaknya musuh lama yang sedang reunian. Kemudian disusul
oleh Dimas yang duduk di sebelah kiri Aga dan langsung menjatuhkan kepalanya
perlahan pada dinding kelas yang ada di sebelah kirinya, dan matanya tertuju
pada gadis yang sedang menikmati sebuah roti coklat, yang dia tau itu pasti Aga
yang memberikannya.
Kemudian gadis itu berbalik memiringkan
tubuhnya 180 derajat, mengarah pada posisi Aga duduk. “Aga makasih ya rotinya,
ada lagi gak, aku masih lapar” jelas Jingga membuat Dimas kesal.
Hm
tentu dia mengucapkan terimakasih pada Aga, tapi apa dia lupa mengucapkan
terimakasih padaku. Sudahlah Dimas lupakan...
Dimas berbalik dan menjatuhkan wajahnya kemeja menutupinya dengan lengan
tangannya yang besar.
“Gak ada lagi, satunya lagi di ambi
liana” Aga menunjuk ke bangku depan sebelah kanannya tempat liana duduk.
“Ga mau, biar gue ke kantin lagi” potong
Ara.
“Loe nanyak ke gue” jawab Aga sambil
menunjukan jari kearah wajanya sendiri.
“bukan loe onta, gue nawarin ke Jingga”
balas Ara lagi kesal.
“cewek gak jelas, serah deh gue
ngantuk” Aga membuang wajahnya dan menjatuhkannya mengikuti yang dilakukan
Dimas.
“ Dasar duo onta gak jelas,,, nah ga
karna hari ni loe lagi sibuk dan pastinya capek kan jadi mana uang loe biar gue
yang beliin roti dikantin” Ara menawarkan untuk membelikan Jingga roti.
“Dasar cewe pelit, pake uang mu dulu
napa” balas Jingga.
“Boleh, tapi nanti bayar kan?”
“ iskah, perhitungan banget, nih ambil
uang aku, cepet udah masuk ni, ntar ketauan bapak”
Ara menerima uang dari Jingga dan langsung
meluncur kearah Liana, Ara mengajak Liana agar ikut menemaninya, sambi
mengangguk iya tanpa ragu gadis kedua gadis periang itu berlalu meninggalkan
kelas dan segera menuju kantin.
Tak lama kemudian kelas mulai dipenuhi
oleh seluruh siswa, Jingga masih merasa tak enak, setelah apa yang terjadi antara
dia dan Dimas, sampai saat itu mereka masih tidak pernah bicara, Jingga pun
berpikir untuk mengucapkan terimakasih saat itu. Tapi dia tak tau harus
mengucapkannya dengan cara apa.
Lalu gadis itu memiliki sebuah ide, dan
tentunya ini sangat simpel dan tak akan membuatnya malu, Jingga tersenyum
sambil mengorek kantung tasnya yang selalu dipenuhi oleh banyak permen,
kemudian ia mendapatkan sebuah permen sambil kembali tersenyum mengyakinkan apa
yang akan dia lakukan.
Sesaat guru yang hendak mengajar pun
datang,sosoknya sudah tampak di ambang pintu kelas mereka. Jingga berencana
membangunkan kedua lelaki dibelakngnya tersebut sebelum guru melihar mereka
tertidur. Jingga mulai menggoyang goyang kan meja.
“Hmm bangun, bapak datang” dengan suara
yang terdengar berbisik seperti itu mampu membuat kedua lelaki itu terjaga, dan
melihat Dimas mulai mengangkat kepala dan membuka mata, Jingga langsung
menjulurkan sebuah permen berwarna Merah, dan sontak membuat Dimas kaget, dan
gadia itu langsung membalikan tubuhnya sebelum Aga melihat apa yang barusan dia
lakukan.
Dengan rasa heran Dimas mengucek
matanya dan melitik keatas Punggung jingga yang ditutupi oleh rambut
panjangnya, dan mengalihkan pada sebuah permen yang ada di bawah wajahnya.
Apa ini?...”Thank you”
masih merasa heran dengan apa yang dilihatnya, di depan
hanya ada Jingga, tidak ada Ara atau siapun.
“Ini dari Jingga? Dia
mengucapkan terimakasih untuk gue? Kenapa mendadak seperti ini, apa dia
mendengar isi hati gue yang mengupat tentangnya, jangan -jangan dia bisa baca
pikiran gue!” Dimas tersenyum tiis, merasa heran
kembali atas apa yang dipikirkannya, Dimas
hanya tersenyum tipis sambilmembolak balik permen tersebut lalu
memasukannya kesaku bajunya, dan kembali menujukan pandangannya ke guru yang
mengajar.
“Benar-benar cewek
aneh” lagi -lagi Dimas hanya tersenyum puas.
v
Bel pertanda proses belajar mengajar
selesai pun talah di bunyikan, guru yang mengajar dikelas X Ipa 1 pun telah
menibggalkan ruangan. Suara gaduh pun mulai terdengar, mulai dari suara
lembaran-lembaran buku yang ditutup, meja dan kursi yang digesee, suara
resleting tas yang dikunci, hingga suara ricuh omelan para sisqa siswi yang
sibuk dengan kegiatan masing-masing.
“Jingga bareng gue yuk pulangnya” ajak
Ara memulai percakapan.
“ hm” hanya mengangguk.
“Hari ini ada les”
“eheem” kembali mengangguk, kali ini
lebih banyak.
“Gue boleh mampir ya?”
“ehemmm” jingga kembali mengangguk
dengan sesikit kesal.
“Yeee, brarti gue panen mangga loe ya” ujar
Ara dengan gembiranya.
“ Gak boleh”
“lah pelit loe, please kepengen banget”
jawab Ara
“Oy mak lampir, tiap hari aja loe
panen, gue gak kebagian” Aga memotong cepat pembicaraan dua gadis tersebut.
“minggu kemaren yang loe ambil bareng liana itu apaan”
“woi apaan bawa-bawa nama gue” tiba
tiba sosok liana yang kecil muncul dari balik tubuh Ara yang kutilang.
“udah deh jangan ribut, buah dipohon
yang di depan udah abis, tinggal yang bayi n6a doang, nenek nya udah pada
kalian embat, kok mau tunggu bulan depan pohon yang dibelakang udah berbuah
tapi masih kotek, jadi kalian harus bersabar”sambil membagi seutas senyum
Jingga menerobos menyelinap untuk berlalu melalui celah antara posisi Liana dan
Aga. Kemudian disusul oleh Aga dan yang lainnya.
“Woi ga loe dicariin Inggan” Dimas
mengingat sesuatu , sontak berteriak kearah teman temannya yang baru saja
berlalu.
Secara bersamaan Aga dan Jingga
berbalik mengarah kehadapan Dimas, “siapa?” jawab mereka bersamaan.
“Kalian kenapa, Inggan siapa ga?” lalu
juga ikut berbalik ke arah Dimas, “woi Dimas, Aga atau Jingga?” tanya Liana.
“Untuk apa Inggan nyariin aku?” tabya
Jingga dengan polosnya.
“Eh Jingga sory, maksud gue Aga” Dimas
membuat alasan.
Tanpa berkutik Jingga hanya terdiam dan
dengan muka datarnya berbalik mencari arah pintu dan segera keluar, tampak
gadis ini sangat kesal, namu tak seorang pun menyadarinya, kesal bukan karena
Dimas salam memanggil antara Jingga dan Aga, hal yang sudah biasa terjadi
antara mereka karena memiliki akhiran nama yang sama namun itu terjadi karena setelah sekian lama
Jingga kembali mendengar nama Inggan
terucap dan terdengar ditelinganya. Ara dan Liana juga ikut berlalu mengikuti
jejak Jingga serta meninggalkan Aga , Dimas dan lainnya masih diruangan kelas mereka.
“inggan siapa, loe kenal?” tanya liana
penasaran
“Enggak, mungkin Aga yang kenal” jawab
Jingga
“ gak pernah dengar tu nama orang,
sekolah disini jugak” liana kembali menunjukan kekepoannya.
“ mana taulah na, kan Jingga gak kenal,
ngapain juga loe nanyain ke dia, penasaran tanyak sono ke Aga atau Dimas” jelas
Ara yang membuat Liana mengngerutkan bibir dan berhenti mengoceh tenntang orang
yang bernama Inggan tersebut. Gak
penting....Pikir Jingga sambil berlalu perlahan menuju tempat parkir dan
membuatnya sangat ingin segera pulang kerumah.
Jingga pun pulang dengan mengendarai
sepeda motor bersama dengan Ara, sedanglan Liana selalu di jemput oleh ibunya,
mereka berpisaah di depan sekolah dan nerlalu menuju tujuan masing-masing.
“Jingga, loe hari ini les ya?”Ara
bertanya masih sambil mengendarai sepeda motornya yang dibawa pelan.
“hmm, weo?”
“Bareng aga?”
“enggak, hari ini musik, Aga gak
ngambil kelas musik” Ada hal yang disadari Jingga “ kenapa Aga?”
“ hehehhe, gak kenapa napa, gue ikut
ya”
“ untuk?”
“ mau ikut loe, gue bosan dirumah”
“ Gak usah”
“Please....”
“No....”
“Jingga...”
“Gak usah modus”
“ Gak ada kerjaan ya”
“Gue traktir ice cream”
“kuy....” Akhirnya rayuan Ara diterima
oleh Jingga, mereka pun tertawa diatas sepeda motor yang masih berjalan, kali
ini arah tujuan mereka berbeda,, seketika Ara mengubah arah laju motornya, menuju
kota kedai ice cream langganan mereka.
Beberapa hal mulai jingga pikirkan, ia
mengingat beberapa moment yang telah terlampaui. Sesuatu yang biasa menjadi sangat luar biasa, tergantung kontrol otak
dan hati memaknainya. Dan manusia akan berkata sesuai denan apa yang dilihatnya
dan merasa seperti yang sedang dirasakan oleh jiwanya.begitulah kira-kira
pikirnya.:)
Komentar
Posting Komentar