DAISY BAGIAN I

SATU


Hembusan angin tak mampu menembus dinding yang kokoh, begitupun sinar matahari yang gagal masuk kecelah ruangan yang masih tertutup rapat oleh kain besar berwarna putih itu, dari dalam tampak sangat gelap, pengap dan panas, sedangkan dari luar sudah tampak sangat cerah dan segar.
Sesekali terdengat suara tabrakan angin dan dedauanan yang menimbulkan suara yang nyaring dan menyenangkan, benar benar suasana musim panas yang di nanti-nanti. Pepohonan menati riang berpadu dengan tiupan angin yang menambah keindahannya jika di pandang, sangat damai di tambah suara burung kecil yang riang beterbangan kesana kemari mencari makan,bermain atau hanya sekedar berteduh dari satu pohon ke pohon yang lain, tidak ada suara kendaraan yang terdengar saat ini bukan seperti biasanya.
Bagaimana tidak hari ini adalah akhir pekan dimana semua orang beristirahat dari pekerjaan panjang mereka dari hari-hari sebelumnya.
Perumahan ini sangat dekat dengan pusat kota, dihari sibuk biasanya hanya terdengar bising, berdebu dan tentunya sangat melelahkan. Di penuhi dengan orang-orang sibuk yang jarang menyempatkan waaktu hanya sekedar untuk bersenang-senang, jika bukan dilakukan pada akhir pekan seperti ini.
Tetesan air membasahi rambut yang ku gerai panjang. Wajah ku dipenuhi keringat, gerah, panas dan dekil. Itulah hal pertama yang kurasakan ketika ku mendengar dering ponselku yang sedari tadi kurasa telah berbunyi dan memecahkan sunyi di ruangan yang tak seberapa besar ini, mengganggu tidur akhir pekan yang kunanti nantikan.
Kuraih benda berbentu persegi panjang yang ada di atas meja disebelah tempat tidurku, masih dengan mata terpejam, aku berusaha mencari sumber bunyi bising tersebut dan menghentikannya. Sejenak suaranya berhenti namun kemudian berbunyi lagi dan semakin keras hingga menyadarkanku dengan rasa kesal ng teramat sangat.
“ Diamlah..” seruku dengan sangat geram sambil menguatkan gigitan pada grahamku “aku sangat tidak suka bila ada yang mengganggu tidur ku” teriak ku lagi.
Kemudian dengan kesal ku angkat ponsel ku dan dari seberang sana terdengar sesosok siara yang sangat ku kenal. Iya, suara yang berat untuk seorang wanita, dan benar saja itu adalah suara seorang pria, bagaimana ku bisa menyadari bahwa saat ini seorang peria sedang merusaha berbicara dengan ku, penting kah hal ini sampai saja ia telah mengganggu tidur ku.
“hm...” gumamku berat
kemana aja sih, kenapa baru diangkat sekarang, gak tau apa aku udah telfon dari tadi pagi, ni... sampe siang belom ada kabar.. Ini kita lagi ada situasi darurat, lo malah susah dihubungi. Lo pasti baru bangun kan, yaa,, pantesan aja. Lo beneran cewe apa bukan sih. Yaudah pokoknya sekarang gue tunggu lo 15 menit harus udah ada disekolah, jangan lupa bawa proposal yang kita buat kemarin, gak banyak tanya, 15 menit lagi gak datang kelar idup lo, gue jemput kerumah. Bye...wasallam...”. Suara itu tak henti mengoceh, dan membuat ku semakin geram.
“ Woy,woy tunggu dulu, jangan di tutup dulu. Apaan sih pagi-pagi merepat aja” sebelum sempat aku melanjutkan ternyata telfonnya telah putus, dan aku masih terduduk, terpaku, membisu diatas kasur yang tampak sanhat berantakan, yang benar saja. Aku melihat jam dinding yang kusangkut tepat di dinding putih didepan mataku.
“ hm.. Jam 2?...” kembali kukucek mataku yang tak gatal itu, membenarkan rambutku dan kuambil kacamata berbingkai hitam bulat milik ku yang ada di atas meja, aku memakainya. Sambil ku benarkan letak kacamata itu, aku berpikir “siang?”.
Tentu saja, aku terkejut dan melihat lihat keadaan di sekitar kamar ku, gorden putih,panjang dan tebal itu telah menutupi sinar matahari yang mencoba masuk ke kamar tidur ku, sangat sunyi dan aku sendiri.
Kebingungan itulah yang kurasaan saat itu. Kembali ku alihkan mataku melihat layar ponselku dan 34 panggilan tak terjawab, dari chiko. Ternyata tadi yang menelfonku juga Chiko, aku pun tersadar akanu, seketika rasa panik itu pun muncul. “oh sial,, aku kesiangan,,, habislah aku kali ini.” Gumam ku dalam hati.

v     

“kak udah bangun? Ni ada kawannya nunggu di depan!” suara ibu terdengar dari balik pintu kayu berwarna coklat tua kamar ku, saat ku sedang membenarkan letak rambutku  telah ku sisir, rambut hitam pekat lurus tergerai sebahu kini kuikat dengan karet rambut berwarna hitam, udara diliar akan sangat panas jika kuboarkan dia tergerai, jadi aku memilih untuk mengikatnya agar terkesan lebih santai dan segar.
“siapa ma?” sahutku segera.
“liana.. Cepet keluar, mereka udah nunggu” mama menjawab sambil membuka pintu kamar ku, sontak ku arahkan wajah ku kearah pintu dan memandangi wajah wanita tercantik di dunia menurutku.
“liana?, mereka?, dia datang dengan siapa?” Tanya ku pada wanita itu.
“Cepet...” wanita itu kembali melototkan matanya padaku, mengisaratkan agar aku cepet keluar sambil kembali menutup pintu kemudian berlalu. Segera ku bereskan baju ku dan mengambil barang-barang yang perlu ku bawa seperti tas ransel kecil putih, ponsel dengan casing bunga sakura merah muda, dompetabu-abu dengan aksen klasik juga berwarna merah muda, buku catatan kecil ku yang tak pernah lupa ku bawa kamana pun itu, dan terakhir yang selalu wajib ada di tas ku adalah beberapa permen lolipop rasa jeruk asam. Oh iyaa “proposalnya”.
Benar saja, di luar telahramai, entah apa yang mereka lakukan dirumaku, aku pun merasa malu dan mereka semua menatap ku seperti 7 manusia harimau kelaparan yang sedang mengintai mmangsanya dan dengan segera menerkamnya.
“ aaah kalian ngapain disini, kok rame-rame” ucapku memecah keheningan.
“ Jingga, jam berapa sekarang, dari semalam aku telfon gak diangkat. Tau si bos udah ngamuk dari tadi.” potong Liana yang terus melotot ke arah ku.
“ kenapa dia, memang ini ada apaan?” tanya ku bingung, karena seingat ku kami tidak pernah berjanji akan melakukan sesuatu hari ini, yang ku tau sekarang aku sudah ada janji dengan Chiko ketua Pramuka di sekolah ku.
“ kami baru siap rapat osis, dan lo gak bisa dihubungi sedikit pun jadi kami mampir kesini buat liat keadaan lo, kami pikir loe kenapa-napa. Soalnya Wa lo aktif tapi gak loe read, dan loe juga gak respon pas ada pengumuman rapat di grup osis” lelaki itu menjelaskan dengan perlahan dan aku mulai mengerti. Aga itulah namanya lelaki tinggi berkulit putih itu kini menatapku penuh makna.
“Aku gak kenapa-napa kok, jadi sekarang gimana? Aku mau kesekolah uadah ada janji ama Chiko mau ngurus keperluan Pramuka untuk kemah akhir bulan nanti” kuperhatikan 5 orang didepan ku itu 2 wanita dan 3 laki-laki.
“Ya udah gak kenapa-napa sih,tapi tau sendiri kan nanti kak Rizky kok ada anggota yang gak datang rapat, lo juga sih, memang kak angel gak ngomong apa-apa, lo kan wakilnya” kali ini rara buka suara.
“jadi gini ga, sebenarnya gak ada yang penting sih,osis mau buat perpisahan untuk periode tahun ini, kan kepengurusan nya mau berakhir, terus tadi hanya pemberi tahuan awal, persiapan panitia dan segala kebutuhan lainnya”Aga menyambung Penjelasannya.
“ya jadi aku buru-buru ni gimana?, gak lama kok cuma mau ngasih ini, kalian mau kemana?” seru ku,berjongkok di depan pintu rumah sambil mengenakan sepatu.
“ya yang lain balik aja, jingga loe boleh bareng gue, gue juga mau ketemu sama Chiko ada yang perlu kami omongin”Dimas menyela dan menawarkan ku tumpang untuk kesekolah. Aku tidak terlalu dekat dengan Dimas meskipun kami telah sekelas selama setahun ini, dibandingkan dengan Aga, Andri yang sedari tadi hanya berdiam di balik sosok Aga yang tinggi itu, aku dan Dimas? Bahkan kami sangat jarang berkomunikasi meski hanya untuk sekedar basa-basi. Dan menerima tawarannya aku sedikit tidak enak, dan takut merepotkan lelaki bertubuh jangkung tersebut.
Dan sekarang dia menawariku untuk kesekolah bersamanya, oh u tidak tau harus berkata apa, kami memiliki sefat yang sama kali ini yaitu pendiam. Berkat mendengar saran dari Liana dan Rara akhirnya kami setuju untuk berangkat bersama meski jarak rumahku dan sekolah tidaklah terlalu jauh, aku biasanya bisa menggunakan sepeda atau hanya sekedar dengan berjalan kaki. Kedua gadis itu pun memilih untuk menunggu ku dirumah, tu tidak masalah karena mereka biasanya memang sangat sering berkunjung kerumah ku. Karena rumah ku yang dekat dengan sekolah, terkadang salah satu diantara mereka bergantian menjemput dan mengantar ku, dan belajar berkebun juga memasak bersama mama.
Aku adalah anak gadis Satu-satunya dikeluarga ini, jadi tidaklah heran jika mereka berdua juga dekat dengan mama, begitupun aku dengan keluarga mereka. Sedangkan Aga dan Andri mereka uga teman terdekatku disekolah,begitu pun Dimas, mereka sering kerumahnya hanya sekedar untuk berkunjung untuk memetik hasil kebun seperti mangga , jambu yang ada dirumah ku. Dan mereka memilih untuk pulang lebih dulu.
Sedangkan aku pergi bersama Dimas kesekolah untuk bertemu dengan chiko. Meskipun ini hari Minggu tapi sekolah kami tidak pernah tutup apalagi untuk siswa siswi seperti kami, sekolah sudah seperti tempat tongkrongan , karena walaupun masih kelas X kami cukup aktif dalam berorganisasi.

v     

Gerbang sekolah terbuka sangat lebar ketika kami sampai, Dimas menurunkan ku di depan kantor guru, sedangkan dia menuju tempat parkir guru yang tak jauh dari sana. Sekolah tidak benar-benar sepi seperti biasanya banyakBelakangan ini mereka memang sangat gencar berlatih, persiapan dilakukan sebaik mungkin oleh para peserta demi mendapatkan hasil yang memuaskan tentunya.
Aku terus melangkah melewati jalan dari samping kantor guru agar lebih cepat menuju lapangan dan sudah kuduga tepat di lapangan depan ruang kesiswaan Choki dengan wajah panik dan gelisah jelas terlihat sedang menunggu kehadiran seseorang, dan sangat jelas dia sedang menungguku. Aku sangat tau bahwa lelaki itu sangat kesal kepadaku, dan hanya sepuuk senyum tipis yang dapat ku lontarkan kepadanya dari kejauhan, ya tentu saja enyum tanda penyesalan dan di tambah sedikit kepolosan agar chiko rak tega memarahiku, di balik itu Dimas baru saja datang dan mengikuti langkah ku perlahan-lahan. Lelaki itu sangat santai, jelas karena dia tidak melakukan kesalahan, dan diriku?, hehe “senyumin aja” pintaku dalam hati.
Choki tak berkutik, lelaki yang agak berisi tersebut sontak mengacungkan tangannya seraya meminta ku menyerahkan proposal yang telah kuselesaikan. Tanpa bersuara lagi dia mengisyaratkan agar aku dan Dimas mengikutinya menuju ruang kesiswaan untuk bertemu dengan pembina pramuka kami.
v     

Di sekolah aku memang sangat aktif di berbagai bidang, meski baru menyandang gelar anggota, tapi aku cukup diandalkan. Mulai dari Osis, Pramuka dan Seni aku bergabung di semua bidang tersebut.
Sedari kecil aku talah aktif diberbagai kegiatan berbau seni, baik itu seni tari, lukis, musik dan sastra. Semuanya diturunkan dari darah ayah ku. Ayahku dulunya adalah seorang seniman lebih tepatnya sebagai pelukis, namun karena beberapa hal mara beliaun memilih mengganti pekerjaannya seabgai seorang wartawan di perusahaan swasta berstandar nasional. Karena ituah ayah sering menghabisakn waktu diluar, baik diluar runah, dikuar kota, bahkan diluar negeri. Aku sangat memahaminya dan karena aku jiga memahami sedikit resiko kemampuan ku ini karena itu aku sangat memahami kesibuka ayah ku saat ini.
Sedangkan mama, mama adalah wanita yang sangat hebat. Mama adalah primadona di sekolahnya dulu dan juga dikampusnya. Mama adalah seorang penari dan pemusik. Beliau sangat cantik dan berbakat karena itulah ayah selama 4 tahun kukiah di universitas yang sama secara diam diam mengincar mama, hingga ayah rela bersaing dwngan banyak pria demi mendapatkan mama, ya kurang lebih seperti itulah yang mama ceritakan kepadaku. Dan sunggu aku sangat mengagumi mama. Ku rasa aku memang menwarisi semua yang orang tua ku miliki.
Tapi ada hal yang sangat tidak kupahami. Ayah sangat pandai berbicara dan mengolah kata, begitupun dengan mama. Mama sangat pemberani apalagi berhadapan dengan orang ramai. Namun sungguh berbeda dengan karakterku. Aku adalah gadis pendiam dan sangat kaku, aku tidak pandai mengekspresikan sesuatu, aku lebih suka berdiam diri dan hanya mendengat apa yang orang katakan, dan yang ku lakukan adalah mencernnya di kepalaku dan mampu ku pahami sendiri.
Aku hanya berbicara pada orang yang ku kenal itupun hanya sekedarnya, selain itu aku hanya mampu berpendendapat pada hal-hal yang aktual atau logis, dan yaa, aku sangat tidak suka berbasa – basi. Aku akan melakukannya jika diinginkan dan segera berlalu jika telah selesai, hanya sesederhana itu.
Aku tak tau apa mimpi ku, aku hanya melakukan apa yang ku mau dan apa yang terlintas dibenak ku. Banyak yang berusaha mendekatiku damun jika mereka tak mampu maka mereka akan berlalu.
Aku sangat jarang menghabiskan waktu dirumah, seriap harinya selalu kuhabiskan diluar, setiao pulang sekolah aku mengikuti les seni, hanya sekedarmenambah kemampuanku, menghilangkan bosan, menjalankan hoby atau hanya sebagai obat penghilang rasa sakit ku.
Semua ku lakukan mulai dari kelas tari, musik, rupa dan sastra. Sunggu aku tak tau apa yang ku mau dari melakukan semua hal itu, memang tak akan sia-sia, hanya saja jujur aku tak tau apa yang kumau. Ada yang mengganjal di dalam diri ku, ada yang tak mampu ku ungkapkan dengan seluruh kata kata indah yang kupunya, tak mampu dengan menggambar seriap objek masalah yang melanda.
Aku tak pernah fokus pada satu hal, sifat mudah bosan yang ku punya membuat ku mengalah pada imajinasiku sendiri, aku hanya menyimpannya seorang diri, tak ada yang kupercaya untuk berbagi atau sekedar tau apa yang ada di benak ku di dalam hati ku dan apa yang selalu mengganggu ku.
Aku tak memiliki cukup keberanian untuk berbagi segalanya bahkan dengan orang-orang terdekat ku. Yang mereka tau hanya kebahagiaan yang terpancar di setiap senyumku, bahkan tak ada yang pernah melihat kesedihanku. ku tanamkan dalam diriku sejak dulu adalah apa yang kulakukan hanya untuk kebahagiaan orang orang  yang ada disisi ku. Tanpa mereka tau apa yang sebenarnya kurasakan.
Dengan menari aku mengekspresikan apa yang kurasakan melaui geraka gerakan tubuhku, kesedihan kegembiraan segala nya ku wujudkan salah satunya dengan cara tersebut. Jika bermusik aku tak terlalu pandai memainkan alat musik, bermain alat musik ku lakukan jika sedang bosan, ya seprti itu jika sedang bosan apapun akan ku lakukan, selebihnya aku lebih mampu dalam bernyanyi damun karena aku adalah seorang oemalu maka aku hanya bernyayi untuk ditu ku sendiri, aku tak memiliki kebenarian yang cukup untuk memperdengatkannya pada otang lain dan bahka jika pun aku mau maka semuanya akan terdengar kacau.
Seperti pada saat aku SMP, mama menawariku untuk ikut kompetisi menyanyi, sunggu awalnya kami ragu namun melihat kemampuan ku mama cukup yakin akan hal tersebut, bahkan saat latihan kami melakukannya dengan sangat baik, namun saat kompetisi berlangsung, sunggu apa yang terjadi sangat memalukan, aku melakukan kekacauan, sebelum tampil aku sudah merasa sangat gugup, keringat mengucur deras membasahi gaun biru indah yang mama jahit khusus untuk ku mengikuti kompetisi menyanyi ini. Tubuh ku mulai bergetar hanya dengan melihat lawan -lawanku yang bernyanyi buruk dia atas pentas, itu saja membuat percaya diriku berada di titik terendah apalagi ketika aku melihat sinta teman SD ku yang sangat cantik dan bernyanyi dengan sangat indah, seketika membuat ku lemas.
Melihat keadaanku mama telah maklum dengan semua itu, ia hanya membantuku merapikan dandanan ku, menghapus keringat yang mengalir seperti sungai itu,  dan meyakinkan ku dengan janji janji yang dibuatnya sewaktu itu, dan segalanya cukup meredamkan rasa gugup yang menghampiriku.
Dan tibalah saat ku menunjukakn bakat ku, dengan pasti aku nelanglah berlahan menaiki anak tangga yang tak seberapa itu. Mulai ku mantapkan diri san saat sorot lampu panggung mengarah pasaku seketika ku lepaskan suara ku dengan lantang dan.... Aku memulai sebelum musiknya siap dimainkan, aku terkejut dan seketika terdiam. Sekerika aku tak mampu berkata apapun yang terdengar hanya suara tawa yang ricuh. Rasa takut itu kembali menghantuiku. Saat musik mulai dimaikan aku kembali mengatur napas dan menyanyikan setiap bait lagu dengan perlahan damun tak seperri yang dapat kuduga, suara ku hilang seketika, suara yang tadinya indah berganti dengan nada-nada yang falsh. Amat sangat memalukan, dan itu adalah saat-saat terakhirku bernyanyi di depan orang lain. Sampai saat ini aku hanya bernyanyi untuk diriku sendiri, bahkan jika dipaksa pun aku enggan untuk bernyanyi lagi.
Dibandingkan semua les seni yang ku ikuti, aku sangat tertarik pada seni lukis. Dengan ini aku lebih banyak mendapatkan ilmu tambahan, aku hanya menerima bakat ini dari ayah ku namun aku sebelumnya tak mengetahi twknik apapun dalam melukis, aku hanya selalu mengekspresikan apa yang kurasakan dalam lukisan lukisanku. Meski banyak yang mengatakan bahwa karyaku cukuo bagus namun aku terus merasa kurang jika hanya di melukis tanpa teknik apupun, bagus tapi tidak bernilai dan tidak ada yang spesial di bandingkan dengan lukisan lukisan yanh dibuat ayah dan telah banyak mendapatkan penghargaan bahakan banyak lukisan ayah yang telah di sinpan di galeri lukis nasional.
Aku merasa dihargai dan sering di puji karena kedua orang tua ku, aku beruntung mendapatkan orang tua yang sangat baik dan juga berbakat, tapi aku tak ingin selalu dibanggakan karena mereka, aku merasa kecil karena nama mereka yang besar. Yang selalu orang banggakan adalah orang tuaku bukan diriku, aku hanyalah seorang gadis kecil yang masih berpangku pada mereka. Karena itulah aku selalu merasa kecil dan rendah diri jika harus berhadapat dengan orang lain ,aku bukanlah apa bahkan siapa tanpa campur tangan orang mereka, aku ingin bermimpi sendiri, yang aku inginkan orang lain memujiku karena karyaku bukan karena nama belakangku. Karena itu aku terus belajar untuk melampaui mereka, aku ingin berdiri sendiri diatas kaki kecil ini. Karena itulah aku selalu melakukan apapun sesukaku. Dan inilah masalahku.

v     

“ Proposalnya udah aku selesaikan, mengenai perinciannya kita tunggu keputusan dari pihak pendanaan, selebihnya kita belum bisa ikut campur masalah keperluan dana, karena itu di serahkan langsung dari pihak sekolah”. Aku mencoba menjelaskan mengenai kepastia keperluan kegiatan yang telah tercantum pada prosposal yang ku kerjakan, perlahan aku mulai memberikan pemahamannya pada choki sebagai ketua panitia.
“Untuk 2 tahun terakhir kegiatan wajib ini di limpahkan kepada anak kelas X, jadi gue harap ini udah sesuai dengan yang diharapkan, karena ini salah satu langkah awal kita untuk dapetin kepercayaan dari kakak kelas, dan juga guru, dan udah gue periksa proposal nya, besok gue akan serahin ke pak mamat” pinta Chiko.
“tapi ko, kita belum punya ide buat publikasi kegiatan ini, saran gue sih setelah dapat persetujuan dari pihak sekolah seharusnya kita harus langsung publikasi karena itu penting banget kan?”. Potong dimas membuat Chiko sedikit mengerutkan dahi.
“ Kenapa gak kita buat iklan biasa aja, kamu kan bisa desain dimas, untuk ucapannya biar aku yang buat! ,gimana?” jawab ku lagi.
“Bukan itu maksud gue ga, kita harus buat sesuatu yang beda, iklan gitu doang udah biasa kali, orang juga bosan sama iti-ituan doang.” Dimas kembali memberikan sarannya, kali ini aku benar-benar akan berdebat dengan lelaki ini.
“ ya kita harus gimana lagi, dengan sarana yang kita punya minim banget, koneksi kita masih dikit hampir gak ada malah.” Aku kembali berkomentar
“ya tapi kan....”
“tapi apa, kita mau pasang iklan di radio? Tv swasta? Koran? Pengumuman kesetiap sekolah?. Gak usah cari ribet deh, selesain dulu apa yng udah kita mulai, baru mikirin yang lain.” Kementar ku kembali.
“ gue sependapat sama dimas, tapi berarti kita harus ngekuarin dana lebih dong. Dan gue juga sependaoat sama loe ga, waktu kita gak banyak buat ngelakuin publikasi itu lagi. “ Choki mulai mencari cara, lelaki itu memejam matanya nya dam mulai berpikir keras.
“ jadi....?” tanya ku.
“kita tetap bakalan buat publikasi itu, dan gue akan cari caranya. Jingga loe pantau terus perkembangan masalah perizinan, besok kita bakalan buat rapat dengan panitia inti loe yang ngatur jadwalnya,” aku mengangguk, menyetujui perintah Chiko. “ dan Dimas loe temui kak Rizky di ruang Osis, minta bantu ke kak risky untuk nyari kontak pihak yang biasa ngurus masalah oembuatan video,iklan atau sejenisnya lah. Jika udah pasti loe hubungi gue lagi, gue stay disini sampai sore “
“ Jingga, loe balik ?” Pertanyaan diman membuat ku kaget.
“hm” aku hanya bergumam kecil.
“Sendiri?” tanyanya lagi.
Aku berjalan menuju lapangan dan meninggalkan Chiko dan beberaoa anggota lain di ruangan tersebut sedangkan Dimas masih mengikuti langkahku. “ Terus...?” tanya ku lagi.
“ yok gue antar balik” pintanya yang selalu membuat ku kaget.
Apa-apaan anak ini sebelumnya dia gak pernah bersikap baik ke aku, bahkan untuk bicara saja kami jarang, dan sekarang dia ingin mengantarku pulang? “ kamu kan mau jumpa kak Rizky!”
“iya sih, tapi aku harus ngantar kamu” Katanya lagi, dan lagi lagi membuat jantungku berdebar.
“Hah? Aku, kamu?” sedikit ku berikan senyuman di ujung bibirku. “sejak kapan aku bicara formal ke aku” kli ini aku mengularkan suara tawa yang membuat nya sesikit ling lung tentunnya.
“ Biar loe mau gue antar pulang” wajahnya kembali datar.
“ haha, jawaban macam apa itu!” Dimas masih tanpa ekspresi, ternyata dia lucu juga. “maksa?” tanya ku lagi.
Dimas hanya menaikkan bahunya bertanda iya kembali bertanya kepadaku.
“ gak usah, aku bisa sendiri” aku kembali tersenyum kepadanya dan langsung berlalu tanoa mengatakan apaoun lagi, Dimas pun hanya terdiam tanpa bereaksi, aku baru teringat sesuatu. Sangking tak suka berbasa-basi aku sampai lupa mengucapkan terimakasih telah mengantar ku tadi dan terimakasih telah menawariku pulang bersamanya. Apa yang aku pikirkan kenapa bahkan aku lupa mengucapkan terimakasih. Oh Jingga kau sangat tidak sopan. Aku hanya dapat berseru pada diriku sendiri, aku terlalu takut berbalik dan mengucapkan terimakasih yang terlambat, sungguh kaku nya diriku sampai berpikir “dari pada berbalik dan berterimakasih, lebih baik ridak sama sekali.” Dimas terimakasih....

v   
Dimas masih terdiam memandangi sosok gadis yang kini perlahan berlalu menjauhinya dan semakin berlalu. “Balik” lelaki itu lantas menyipitkan matanya dan berusaha memastikan sesuatu. “Berbaliklah”kembali berbisik pada dirinya sendiri, sambil terus memandangi sosok gadis didepannya yang berlahan manjauh. Gadis kurus bertubuh tinggi, berpakaian kaos abu- abui lengan panjang  juga celana jeans panjang yang longgar dan rambut panjang yang diikat santai. Dimas tak henti memandangi punggung gadis tersebut  dan dari ujung rambut hingga ujung kaki.
Sungguh amat sangat dingin, rasanya di sekitarnya ada bongkahan es yang tak terlihat, dia menganggap niat baik gue ini apa? Kami sekelas tapi tak pernah berbicara, apa dia gak  pernah nganggap gue  ada, apa gue gak  terlihat dimatanya?, gue selalu diabaikan begitu saja, gadis ini memang aneh diatas biasa, hm untuk berterimakasih saja dia tak bisa? Lihatlah dia terus saja berjalan, tak bisakah dia berbalik sekali saja ke belakang, jika memng tak ingin melihatku, lihat saja orang orang lain yang ada disana, tapi setidaknya jangan terus bersikap kaku. Aku omnivora, tapi aku tak makan manusia. Ahh gue kok ngomong formal lagi ya ke dia.
Dimas tak henti-hentinya berbicara pada dirinya sendiri, sungguh dia geram dengan sikap gadis bernama Jingga itu, hingga sosok Jingga hilang barulah Dimas terdiam dan tak tau apa yang akan dilakukannya sekarang, seketika dia lupa tugas apa yang diberikan kepadanya.
“Apa yang gue lakuin, kenapa gue malan nyibir dan diam disini.” Keluhnya sekali lagi.
Tiba-tiba sebuah layangan tangan yangbesar dan kasar mendarat di pundak lelaki itu, seketika membuatnya kaget dan langsung membalikan kepalanya 360derajat, menghadap sosok laki-laki yang terlihat bingung memastikan apa yang dilakukan Dimas ditengah lapangan seperti ini. Dimas juga semakin merasa bingung atas aoa yang sia lakukan dan dia sangat mengenali sosok yang ada di deoan matanya sekarang. Inggan?
Lelaki bertubuh tinggi, berbola mata besar berambut agak pirang, memakai baju kaos hitam pendek yang membuat otot-otot di lengannya terlihat jelas dan celana jeans pendek yang menutup i lutut membuatnya tampak gagah, ya bahkan itulah kesan pertama Dimas saat melihatnya, tapi lelaki ini lebih kurus dari Dimas. Mereka saling tersenyum satu sama lain, dan dilanjutkan dengan sebuahsalam pertemuan antara seorang teman layaknya.
“Dimas, loe liat Aga gak? Tadi abis rapat dia bareng loe kan?” Inggan mulai memulai pembicaraan.
“ Hm tadi dia bareng gue ke rumah Jingga”
“lah bukanya barusan loe bareng Jingga?, ngapain kerumahnya segala”
“ Pulang rapat kami kerumahnya, jadi Jingga bareng gue balik ke sini, nah kami pisah di sana, terus gue gatau mereka pada kemana!” jelas Dimas kembali memberi jawaban atas pertanyaan Inggan.
“Dia gak bilang mau kemana?”
“ Enggak, coba aja ke warkop seberang jalan. Biasa dia nongrong disitu sama yang lain juga” jelas Dimas
“ Gue barusan aja dari sana, makanya gue nyusulin dia balik kesini, kok gak ada ya, gimana sih ni bocah, susah banhet di hubungi” Inggan mengerutkan dahi sambil mengecek pesan dari ponselnya, dia berharap ada sebuah balas dari Aga, namun hasilnya kosong.
“ oya gan, loe liat kak Rizky gak?” tanya Dimas, Inggan mengangkat wajahnya dan menunjuk dengan dagunya kearah kanan mereka berdiri, dan itu adalah arah yang menujukan ke aula sekolah. “aula..?” tanya Dimas lagi. Inggan hanya mengangguk dengan sedikit tersenyum mengiyakan tebakan Dimas.
“ bareng..., gue mau ke arah aula juga” terang Inggan kembali membuka suara.
Dimas dan Inggan pun meninggalkan tempat itu dan segera menuju aula sekolah yang berada tak jauh dari posisi mereka saat itu. Namun entah mengapa Dimas masih saja merasa kesal karena respon cuek yang diberikan Jingga kepadanya, lelaki itu masih bingung dan penasaran dengan sosok gadis yang bisa dikatakan cantik tersebut, bagaimana cara mendekati gadis itu. Mereka memang baru saja berteman itupun karena hampir setahun ini mereka adalah teman sekelas, dan bahkan Dimas duduk di belakang Jingga, namun jika tak di dekati gadis tersebut bahkan enggan untuk berbalik hanya sekedar berbincang- bincang layaknya teman mereka yang lainnya.
Bukan hal penting rasanya jika gadis itu tak ingin berteman dengannya, namun hal yang mengganggu Dimas adalah apakah lelaki tersebut pernah berbuat kesalahan kepadanya, bahkan ketika Dimas telah membantunya tak ada satu ucapan terimakasih pun yang diberikan.
Apa mungkin dia gak merasa udah gue  beri bantuan?. Pikirnya lagi. Apa dia bersikap dingin gini ke gue doang atau ke orang asing lain?, asing?, dia nganggap gue orang asing?, gue kan temannya?, atau dia ngerasa aneh juga karna tadi gue tiba-tiba nawarin tumpangan kedia?, mungkin dia mikir gue tertarik sama dia?, ngue nguntit dia?, makanya dia jaga jarak sama gue?, apa gue terlalu baik sama dia?, apa besok disekolah gue gak usah baik lagi sama dia?, apa gue harus ngusilin dia kaya gue ngusilin temen yang lain?, apa gue harus ganggu dia biar dia gak mikir kok gue sukak sama dia?.
Lah kenapa gue malah mikirin dia, mikir yang enggak-enggak pulak, tiba-tiba gue jadi jahat ya, Jingga sory gue gak maksud, Cuma gue kesel sama loe... Sumpah... Gue gak bohong, gue seriusan kesel sama sikap loe.
Dimas masih saja berbisik pada dirinya sendiri, sambil mengerutkan dahi dan membuka kecil mulutnya seperti sedang berbicara, Inggan yang melihat tinggah temannya tersebut hanya heran dan merasa lucu tanpa berkomentar apa pun, Inggan hanya memperhatikan apa yang sedang dilakukan lelaki disampingnya tersebut, tinggah yang sangat menarik perhatian orang yang melihatnya, kembali lelaki itu hanya melemparkan senyuman kecil ke segala arah pandangannya, hingga mereka pun tiba di aula sekolah. Dimas segera menemui kak Rizky sang ketua osis, sedangkan Inggan kembali melanjutkan langkahnya ke arah tujuannya tersebut.

v   

SMA Nusa Jaya tepatnya. Seminggu telah berlalu setelah hari itu, disekolah semua orang disibuk kan dengan kegiatan masing-masing, dalam bulan ini saja hampir ada 3 kegiatan sekolah yang harus ditanggani, mulai dari perpisahan osis periode ini, Pembekalan kemah yang diadakan oleh ekstrakurikuler pramuka dan OSN tinggkat Sekolah. Semua hal tersebut sangat menyita waktu dan tenaga seluruh siswa dan Jingga tentunya, dia telah mengambil peran penting dalam setiap kegiatan yang ada.
Pada kegiatan perpisahan Osis gadis itu dipercayakan sebagai sekretaris kegiatan, Edgar sebagai ketua pelaksana kegiatan dan Liana sebagai bendahara kegiatan. Keterlibatan mereka tentu saja didasarkan pada beberapa hal. Edgar adalah anak kelas X Ips 2, pada periode Osis tahun ini lelaki tinggi dan memiliki tubuh yang atletis merupakan wakil bidang Olahraga dan juga merupakan anggota atlet futsal disekolah, bukan hanya itu dia juga sangat aktif di berbagai olehraga lainnya seperti basket, tenis meja dan voly, hampir semua jenis olahraga bisa dia kuasai, namun di olahraga futsal pada akhir bulan lalu dia dan timnya telah mampu mengharumkan nama sekolah di  tingat Provinsi dan meraih juara pertama. Kemampuannya  dalam berolahraga juga di dukung dengan sifat leadership yang ada padanya, caranya mengatur dan memotivasi tim nya untuk mampu mengalahkan para lawan dapat di percayakan untuk meng koordinir kegiatan perpisahan yang kami lakukan tahun ini, dan dengan sikap kepedulian dan kepintarannya juga tak memungkinkan jika dia akan menjadi ketua osis periode selanjutnya, dan ditambah dengan wajahnya yang tampan tak akan diragukan lagi oleh para pendukungnya nanti.
Sedangkan Liana, gadis kecil dan imut ini dipercayakan menjadi bendahara kegiatan karena di periode Osis tahun ini dia adalah wakil Bendahara bendahara I, yang memang bertanggung jawab dalam mengelola dana pada setiap kegiatan yang dilakukan. Liana adalah gadis periang dan sangat dekat dengan semua orang, gadis ini sangat mudah bergaul dengan setiao orang dan setiap kalangan, sangan bertolak belakang dengan sifat Jingga, namu hal tersebut tidak membuat pertemanan mereka terganggu, malah dengan kelebihan yang dimiliki liana dapan menudahlan mereka dalam segala hal. Misalnya saja saat pemilihan osis tahun ini yang berdampak bagi keikut sertaan mereka pada peran penting kepengurusan adalah dikarenakan gadis yang bernama Liana Putri Sarisa ini. Karena kedekatannya dengan kakak kelas, maka kepercayaan itupun hadir untuk mereka, Liana mampu mendapatkan nama sebagai Wakil Bendahara I, dan tentu saja itu sangat sesuai dengan bakatnya, dia adalah gadis yang pintar dan menyandang pangkat penting tersebut adalah hal biasa yang bisa dilakukannya. Dan berkat dia pula Jingga dapat diberikan kepercayaan sebagai sekretaris Osis. Dan mulai saat itu mereka cukup terpandang disekolah bahkan para kakak kelas segan jika hanya sekedar mengganggu mereka.
Dan untuk kegiatan perpisahan osis kali ini yang sangat dibutuhkan adalah keahlian Liana dalam mengolah sesuatu menjadi uang, Liana memiliki banyak koneksi dengan berbagai kalangan, mulai dari orang tuanya yang kaya raya juga kenalannya yang juga orang berada, dan keahlian nya mendekati para guru memudahkan mereka dalam menjalankan misi tersebut, Dalam waktu singkat dana telah terkumpulkan dan setiap oersiapannya telah terorganisir dengan sangat baik juga segala kebutuhan telah disediakan, hanya tinggal menunggu tanggal mainnya saja dan semua akan selesai. Semua berkat kerja sama semua panitia dan hal tersebut telah membantu menghilangkan sedikit beban yang di tanggubg oleh Jingga.
Masalah perpisahan osis hampir selesai dan akan segera selesai, bersiaplah Jingga masih ada tanggung jawab lain yang harus dilunasi.semangat.... Gadis itu kini berbisik dalam hati sambil membolak balik pulpen yang ada di tangannya, kini lembar putih yang kosong telah dipenuhi oleh corat coret tak berarti, hanya tampak garis garis tipis yang memenuhi seisi buku saku miliknya tersebut.
“habisin aja neng semuanya” suara berat menghampiri telinga kanan gadis ini, tentu saja sangat menggetkan baginya karena kehadiran Aga yang sangat tiba-tiba.
“ Gaa laper...” serunya
“sudah ku duga, ni roti buat lo. Itu mulu yang loe pikirin, isi perut dulu gi sana.” Celoteh Aga pada gadis yang sedang duduk disampingnya tersebut.
“ Ganggu mulu kamu ga” ucap Jingga kesal.
“loe resek kok lagi laper” Aga membalas sambil mengucek ngucek rambut Jingga.
“kamu yang resek, ikhlas gak ni” perlahan potongan roti isi coklat kesukaan gadis itu mendarat di mulutnya dengan nikmat.
“ gue bilang ga ikhlas juga udah keburu abis kan” goda Aga lagi kembali memperbaiki rambut yang dirusaknya tadi. Kemudian memngambil botol minum gadis itu lalu menawarkannya kepada Jingga. “ pelan-pelan,, keselek” ujarnya lagi.
“hm..” Jingga mengangguk mengiyakan perintah lelaki itu.
“Wiss pindah loe” sebuah suara ditambah sentuhan keras terasa seperti tarikan di rambut Aga, kali ini ia melihat sesosok gadis yang tak asing.
“Mak lampir datang, gue cuma ngasih Jingga roti, gak usah pake ngusir segala, cewek resek” kesal Aga kepada Ara yang yang sedari tadi melototinya seperti ingin menerkam mangsa.
“Minggir ini tempat duduk gue, tempat loe noh disini” ara menunjukan sebuah kursi coklat tepat di belakang kursinya yang sedang diduduki Aga. Tanpamenolak Aga langsung mengubah posisi duduknya dan berdiri pergi menuju kursinya sendiri. Kali ini kedua makhluk tersebut saling bertatapan layaknya musuh lama yang sedang reunian. Kemudian disusul oleh Dimas yang duduk di sebelah kiri Aga dan langsung menjatuhkan kepalanya perlahan pada dinding kelas yang ada di sebelah kirinya, dan matanya tertuju pada gadis yang sedang menikmati sebuah roti coklat, yang dia tau itu pasti Aga yang memberikannya.
Kemudian gadis itu berbalik memiringkan tubuhnya 180 derajat, mengarah pada posisi Aga duduk. “Aga makasih ya rotinya, ada lagi gak, aku masih lapar” jelas Jingga membuat Dimas kesal.
Hm tentu dia mengucapkan terimakasih pada Aga, tapi apa dia lupa mengucapkan terimakasih padaku. Sudahlah Dimas lupakan... Dimas berbalik dan menjatuhkan wajahnya kemeja menutupinya dengan lengan tangannya yang besar.
“Gak ada lagi, satunya lagi di ambi liana” Aga menunjuk ke bangku depan sebelah kanannya tempat liana duduk.
“Ga mau, biar gue ke kantin lagi” potong Ara.
“Loe nanyak ke gue” jawab Aga sambil menunjukan jari kearah wajanya sendiri.
“bukan loe onta, gue nawarin ke Jingga” balas Ara lagi kesal.
“cewek gak jelas, serah deh gue ngantuk” Aga membuang wajahnya dan menjatuhkannya mengikuti yang dilakukan Dimas.
“ Dasar duo onta gak jelas,,, nah ga karna hari ni loe lagi sibuk dan pastinya capek kan jadi mana uang loe biar gue yang beliin roti dikantin” Ara menawarkan untuk membelikan Jingga roti.
“Dasar cewe pelit, pake uang mu dulu napa” balas Jingga.
“Boleh, tapi nanti bayar kan?”
“ iskah, perhitungan banget, nih ambil uang aku, cepet udah masuk ni, ntar ketauan bapak”
Ara menerima uang dari Jingga dan langsung meluncur kearah Liana, Ara mengajak Liana agar ikut menemaninya, sambi mengangguk iya tanpa ragu gadis kedua gadis periang itu berlalu meninggalkan kelas dan segera menuju kantin.
Tak lama kemudian kelas mulai dipenuhi oleh seluruh siswa, Jingga masih merasa tak enak, setelah apa yang terjadi antara dia dan Dimas, sampai saat itu mereka masih tidak pernah bicara, Jingga pun berpikir untuk mengucapkan terimakasih saat itu. Tapi dia tak tau harus mengucapkannya dengan cara apa.
Lalu gadis itu memiliki sebuah ide, dan tentunya ini sangat simpel dan tak akan membuatnya malu, Jingga tersenyum sambil mengorek kantung tasnya yang selalu dipenuhi oleh banyak permen, kemudian ia mendapatkan sebuah permen sambil kembali tersenyum mengyakinkan apa yang akan dia lakukan.
Sesaat guru yang hendak mengajar pun datang,sosoknya sudah tampak di ambang pintu kelas mereka. Jingga berencana membangunkan kedua lelaki dibelakngnya tersebut sebelum guru melihar mereka tertidur. Jingga mulai menggoyang goyang kan meja.
“Hmm bangun, bapak datang” dengan suara yang terdengar berbisik seperti itu mampu membuat kedua lelaki itu terjaga, dan melihat Dimas mulai mengangkat kepala dan membuka mata, Jingga langsung menjulurkan sebuah permen berwarna Merah, dan sontak membuat Dimas kaget, dan gadia itu langsung membalikan tubuhnya sebelum Aga melihat apa yang barusan dia lakukan.
Dengan rasa heran Dimas mengucek matanya dan melitik keatas Punggung jingga yang ditutupi oleh rambut panjangnya, dan mengalihkan pada sebuah permen yang ada di bawah wajahnya.
Apa ini?...”Thank you” masih merasa heran dengan apa yang dilihatnya, di depan hanya ada Jingga, tidak ada Ara atau siapun.
“Ini dari Jingga? Dia mengucapkan terimakasih untuk gue? Kenapa mendadak seperti ini, apa dia mendengar isi hati gue yang mengupat tentangnya, jangan -jangan dia bisa baca pikiran gue!” Dimas tersenyum tiis, merasa heran kembali atas apa yang dipikirkannya, Dimas hanya tersenyum tipis sambilmembolak balik permen tersebut lalu memasukannya kesaku bajunya, dan kembali menujukan pandangannya ke guru yang mengajar.
“Benar-benar cewek aneh” lagi -lagi Dimas hanya tersenyum puas.


v   

Bel pertanda proses belajar mengajar selesai pun talah di bunyikan, guru yang mengajar dikelas X Ipa 1 pun telah menibggalkan ruangan. Suara gaduh pun mulai terdengar, mulai dari suara lembaran-lembaran buku yang ditutup, meja dan kursi yang digesee, suara resleting tas yang dikunci, hingga suara ricuh omelan para sisqa siswi yang sibuk dengan kegiatan masing-masing.
“Jingga bareng gue yuk pulangnya” ajak Ara memulai percakapan.
“ hm” hanya mengangguk.
“Hari ini ada les”
“eheem” kembali mengangguk, kali ini lebih banyak.
“Gue boleh mampir ya?”
“ehemmm” jingga kembali mengangguk dengan sesikit kesal.
“Yeee, brarti gue panen mangga loe ya” ujar Ara dengan gembiranya.
“ Gak boleh”
“lah pelit loe, please kepengen banget” jawab Ara
“Oy mak lampir, tiap hari aja loe panen, gue gak kebagian” Aga memotong cepat pembicaraan dua gadis tersebut. “minggu kemaren yang loe ambil bareng liana itu apaan”
“woi apaan bawa-bawa nama gue” tiba tiba sosok liana yang kecil muncul dari balik tubuh Ara yang kutilang.
“udah deh jangan ribut, buah dipohon yang di depan udah abis, tinggal yang bayi n6a doang, nenek nya udah pada kalian embat, kok mau tunggu bulan depan pohon yang dibelakang udah berbuah tapi masih kotek, jadi kalian harus bersabar”sambil membagi seutas senyum Jingga menerobos menyelinap untuk berlalu melalui celah antara posisi Liana dan Aga. Kemudian disusul oleh Aga dan yang lainnya.
“Woi ga loe dicariin Inggan” Dimas mengingat sesuatu , sontak berteriak kearah teman temannya yang baru saja berlalu.
Secara bersamaan Aga dan Jingga berbalik mengarah kehadapan Dimas, “siapa?” jawab mereka bersamaan.
“Kalian kenapa, Inggan siapa ga?” lalu juga ikut berbalik ke arah Dimas, “woi Dimas, Aga atau Jingga?” tanya Liana.
“Untuk apa Inggan nyariin aku?” tabya Jingga dengan polosnya.
“Eh Jingga sory, maksud gue Aga” Dimas membuat alasan.
Tanpa berkutik Jingga hanya terdiam dan dengan muka datarnya berbalik mencari arah pintu dan segera keluar, tampak gadis ini sangat kesal, namu tak seorang pun menyadarinya, kesal bukan karena Dimas salam memanggil antara Jingga dan Aga, hal yang sudah biasa terjadi antara mereka karena memiliki akhiran nama yang sama  namun itu terjadi karena setelah sekian lama Jingga kembali mendengar nama Inggan terucap dan terdengar ditelinganya. Ara dan Liana juga ikut berlalu mengikuti jejak Jingga serta meninggalkan Aga , Dimas dan lainnya masih diruangan kelas mereka.
“inggan siapa, loe kenal?” tanya liana penasaran
“Enggak, mungkin Aga yang kenal” jawab Jingga
“ gak pernah dengar tu nama orang, sekolah disini jugak” liana kembali menunjukan kekepoannya.
“ mana taulah na, kan Jingga gak kenal, ngapain juga loe nanyain ke dia, penasaran tanyak sono ke Aga atau Dimas” jelas Ara yang membuat Liana mengngerutkan bibir dan berhenti mengoceh tenntang orang yang bernama Inggan tersebut. Gak penting....Pikir Jingga sambil berlalu perlahan menuju tempat parkir dan membuatnya sangat ingin segera pulang kerumah.
Jingga pun pulang dengan mengendarai sepeda motor bersama dengan Ara, sedanglan Liana selalu di jemput oleh ibunya, mereka berpisaah di depan sekolah dan nerlalu menuju tujuan masing-masing.
“Jingga, loe hari ini les ya?”Ara bertanya masih sambil mengendarai sepeda motornya yang dibawa pelan.
“hmm, weo?”
“Bareng aga?”
“enggak, hari ini musik, Aga gak ngambil kelas musik” Ada hal yang disadari Jingga “ kenapa Aga?”
“ hehehhe, gak kenapa napa, gue ikut ya”
“ untuk?”
“ mau ikut loe, gue bosan dirumah”
“ Gak usah”
“Please....”
“No....”
“Jingga...”
“Gak usah modus”
“ Gak ada kerjaan ya”
“Gue traktir ice cream”
“kuy....” Akhirnya rayuan Ara diterima oleh Jingga, mereka pun tertawa diatas sepeda motor yang masih berjalan, kali ini arah tujuan mereka berbeda,, seketika Ara mengubah arah laju motornya, menuju kota kedai ice cream langganan mereka.
Beberapa hal mulai jingga pikirkan, ia mengingat beberapa moment yang telah terlampaui. Sesuatu yang biasa menjadi sangat luar biasa, tergantung kontrol otak dan hati memaknainya. Dan manusia akan berkata sesuai denan apa yang dilihatnya dan merasa seperti yang sedang dirasakan oleh jiwanya.begitulah kira-kira pikirnya.:)


















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Forget Me Not | a Novel by Cherry Zhang

Aku(bukan)lah Pelangi

Kita tidak begitu akrab